Makalah Masalah Perencanaan
“PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN DALAM
PEMBANGUNAN KOTA”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut
peraturan pemerintah No.39 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, pengendalian adalah serangkaian
kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program atau
kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Sedangkan
pengawasan (pemantauan) adalah kegiatan mengawasi perkembangan pelaksanaan
rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang
timbul dan atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin.
Landasan
bagi pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia ditetapkan dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UULH) yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun
1997 (UUPLH). Berdasarkan UULH tersebut pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang
untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan
manusia.
Kota
sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, industri, dan pendidikan menjadi magnet
yang membuat orang tertarik untuk tinggal dan melakukan berbagai aktifitas di
Kota. Disamping itu, persoalan sistemik yang berlangsung di Desa seperti terbatasnya
lahan pertanian, besarnya ongkos produksi, tidak adanya jaminan pasar dan harga
produk pertanian, persoalan iklim yang tidak menentu, dan kurang tersedianya
lapangan pekerjaan, menyebabkan terjadinya urbanisasi. Akibatnya penduduk Kota
semakin bertambah padat dengan berbagai masalah sosial yang menyertainya
seperti masalah pemukiman liar, alih fungsi lahan pertanian sehubungan dengan
kebijakan konversi lahan, sampah yang tidak tertangani, pencemaran bantaran
kali dan air bawah tanah oleh aktivitas rumah tangga dan industri, pencemaran
udara dan kebisingan oleh kendaraan bermotor, dan sejumlah masalah sosial
lainnya.
Peraturan
Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Makassar Tahun 2006-2016 selanjutnya disingkat RTRW Kota Makassar Pasal 9
mengatur bahwa pengembangan kawasan Terpadu Kota Makassar. Pengaturan tentang
pembagian kawasan atau zonasi tersebut di atas pada dasarnya merupakan sebuah
alat pengendalian bagi Pemerintah Kota Makassar dalam mengatur tata ruang Kota Makassar dengan
sebaik-baiknya. Pengaturan zonasi tersebut pada pelaksanaannya terkadang tidak
sesuai dengan pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan misalnya pada saat ini
pada setiap kawasan yang merupakan jalan protokol telah dipenuhi dengan pembangunan
Ruko (rumah toko). Oleh karena itu pembagian kawasan terpadu atau zonasi yang ditetapkan dalam RTRW Kota Makassar pada
tahap pelaksanaannya tidak dapat diwujudkan sesuai dengan yang diharapkan.
Lahan
merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berhubungan dengan daya dukungnya
terhadap perikehidupan dan kesejateraan hidup manusia. Lingkungan fisis
meliputi relief (Topografi), iklim, tanah, dan air. Sedangkan lingkungan biotik
meliputi tumbuhan, hewan, dan manusia.
Jumlah
penduduk perkotaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu tersebut akan
memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota
(lahan) dan permasalahan-permasalahan kota lainnya yang membutuhkan banyak
perhatian dan penanganan.
Seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan akan
perumahan dan fasilitas-fasilitas lainnya yang terkait. Pemenuhan kebutuhan
perumahan dan fasilitas-fasilitas yang terkait tersebut tidak terlepas dari
peningkatan penggunaan lahan (Adisasmita,2010). Pengembangan kawasan permukiman
telah mendorong terjadinya pergeseran fungsi atau alih fungsi lahan.
Pergeseran fungsi atau alih fungsi lahan dari ruang terbuka hijau, lahan konservasi,
kawasan budi daya atau kawasan lindung telah beralih fungsi menjadi kawasan
permukiman.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah , yaitu :
1.
Mengapa pembangunan yang tidak teratur
atau tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dapat berdampak buruk terhadap
lingkungan dan merugikan masyarakat?
2.
Bagaimana masalah pemanfaatan lahan
dalam pembangunan kota?
3.
Bagaimana pengendalian kebijaksanaan di
bidang perencanaan tata ruang Makassar?
C. Tujuan Penulisan
Dari
rumusan masalah diatas tujuan penulisan ini adalah :
1.
Untuk mengidentifikasi dampak dan
pengaruh dari pembangunan yang tidak teratur dan tidak memperhatikan daya
dukung lingkungan.
2.
Untuk mengidentifikasi masalah
pemanfaatan lahan dalam pembangunan kota.
3.
Untuk mengidentifikasi pengendalian
kebijakan di bidang perencanaan tata ruang Makassar.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Kota dan Fungsinya
1. Kota
Kota merupakan kawasan
pemukiman yang secara fisik ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang
mendominasi tata ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung
kehidupan warganya secara mandiri.
Pengertian "kota"
sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertian
"town" dan "city" dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim "Kota" yang
merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi.
Kota dibedakan secara kontras
dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan
penduduk, kepentingan, atau status hukum. Desa atau kampung didominasi oleh
lahan terbuka bukan pemukiman.
Ciri-cirinya kota yaitu :
1. Ciri fisik kota meliputi hal sebagai berikut:
·
Tersedianya
tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan
·
Tersedianya
tempat-tempat untuk parkir
·
Terdapatnya
sarana rekreasi dan sarana olahraga
2. Ciri kehidupan kota adalah sebagai berikut:
·
Adanya pelapisan
sosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan
jenis pekerjaan.
·
Adanya jarak
sosial dan kurangnya toleransi sosial di antara warganya.
·
Adanya penilaian
yang berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan pertimbangan perbedaan
kepentingan, situasi dan kondisi kehidupan.
·
Warga kota
umumnya sangat menghargai waktu.
·
Cara berpikir
dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi.
·
Masyarakat kota
lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial disebabkan adanya
keterbukaan terhadap pengaruh luar.
·
Pada umumnya
masyarakat kota lebih bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan gotong
royong sudah mulai tidak terasa lagi. (stereotip ini kemudian menyebabkan
penduduk kota dan pendatang mengambil sikap acuh tidak acuh dan tidak peduli
ketika berinteraksi dengan orang lain. Mereka mengabaikan fakta bahwa
masyarakat kota juga bisa ramah dan santun dalam berinteraksi)
2. Fungsi Kota
Kota yang
telah berkembang maju mempunyai peranan dan fungsi yang lebih luas lagi antara
lain sebagai berikut :
- Sebagai pusat produksi (production centre).
- Sebagai pusat perdagangan (centre of trade and commerce).
- Sebagai pusat pemerintahan (political capital).
- Sebagai pusat kebudayaan (culture centre).
- Sebagai penopang Kota Pusat.
B.
Pemanfaatan Lahan
dalam Perspektif Penataan Ruang
Dalam perspektif
ekonomi, tujuan utama dari pemanfaatan lahan adalah untuk mendapatkan nilai
tambah tertinggi dari kegiatan yang diselenggarakan di atas lahan. Namun harus
disadari bahwa kegiatan tersebut memiliki keterkaitan baik dengan kegiatan
lainnya maupun dengan lingkungan hidup dan aspek sosial budaya masyarakat.
Dapat dipahami apabila penyelenggaraan sebuah kegiatan dapat menimbulkan
berbagai dampak yang perlu diantisipasi dengan pengaturan pemanfaatan lahan.
1.
Pemanfaatan
Lahan yang Kurang Memperhatikan Daya Dukung Lingkungan
Perhatian terhadap daya dukung
lingkungan merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup yang nyaman dan
berkelanjutan. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk
mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang berkembang di dalamnya, dilihat dari
ketersediaan sumber daya alam dan buatan yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan
yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif yang
ditimbulkan. Perhatian terhadap daya dukung lahan tidak terbatas pada lokasi di mana sebuah
kegiatan berlangsung, namun harus mencakup wilayah yang lebih luas dalam satu
ekosistem. Dengan demikian, keseimbangan ekologis yang terwujud juga tidak
bersifat lokal, namun merupakan keseimbangan dalam satu ekosistem.
Tidak
dapat dipungkiri saat ini masih dijumpai pemanfaatan lahan yang kurang
memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
permasalahan yang masih di hadapi seperti semakin berkurangnya sumber air baku,
baik air permukaan maupun air bawah tanah terutama di kawasan perkotaan besar
dan metropolitan. Di samping itu, tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh di kawasan
perkotaan mencerminkan pengembangan kawasan perkotaan yang melampaui daya
dukung lingkungan untuk memberikan kehidupan yang sejahtera kepada masyarakat.
Permasalahan
banjir yang frekuensi dan cakupannya meningkat juga disebabkan oleh maraknya
pemanfaatan lahan di kawasan resapan air tanpa memperhatikan dampaknya terhadap
kawasan yang lebih luas.
2. Pengaturan Pemanfaatan Lahan yang
Tidak Efisien
Dalam perspektif penataan ruang,
pemanfaatan lahan perlu diatur agar secara keseluruhan memberikan manfaat
terbaik bagi masyarakat sekaligus menekan eksternalitas yang mungkin timbul.
Dalam perspektif ini, pengaturan pemanfaatan lahan dimaksudkan untuk membentuk
struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang efisien, untuk menekan biaya
yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan memperoleh
pelayanan yang dibutuhkan.
Namun demikian, kawasan perkotaan
saat ini menghadapi permasalahan kemacetan yang diakibatkan oleh pengaturan
fungsi ruang yang tidak efisien, antara lain pengembangan kawasan perumahan
yang jauh dari kawasan tempat kerja serta pengembangan pusat pelayanan ekonomi
dan sosial-budaya masyarakat yang terkonsentrasi. Inefisiensi pengaturan
pemanfaatan lahan tersebut mengakibatkan tingginya intensitas pergerakan
masyarakat yang tidak diimbangi dengan tingkat pelayanan transportasi yang
memadai. Kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan besar dan metropolitan
telah sampai pada taraf menurunkan produktivitas masyarakat dan menghambat arus
barang dan jasa yang pada gilirannya menurunkan daya saing produk nasional.
C. Dampak dari Tidak Teraturnya
Pembangunan dan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan
Pembangunan tersebut erat
kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan. Apabila terjadi perubahan
penggunaan lahan, misalnya di daerah hulu/atas berupa hutan lindung digunakan
untuk permukiman atau perumahan sedangkan daerah hilir digunakan untuk industry
dan permukiman, maka akan berdampak besar untuk daerah itu sendiri maupun
daerah di bawahnya. Terjadi erosi atau longsor di bagian atas/hulu karena
terjadi penggundulan hutan yang dialihfungsikan untuk perumahan.
Selain itu karena terjadi
perubahan penggunaan lahan, juga terjadi kerusakan suatu ekosistem yang
menyebabkan habitat tanaman atau binatang rusak. Hal tersebut sangat berdampak
kepada beberapa tumbuhan atau hewan yang punya karakter khusus, yaitu hanya
dapat bertahan hidup pada daerah dengan keadaan tertentu. Dibagian hilir dapat
terjadi banjir karena di bagian hulu telah terjadi alih fungsi lahan dari hutan
lindung menjadi permukiman, sehingga daerah diatas akan mengirimkan limpasan
sedangkan daerah hilir. Karena daerah hilir juga mengalami perubahan penggunaan
lahan, dari kebun menjadi industry maupun permukiman untuk kegiatan ekonomi,
sehingga daerah resapan air semakin sedikit. Potensi banjir juga semakin besar.
Kekeringan juga mungkin
dapat terjadi akibat pembangunan, dengan penggunaan airtanah yang berlebihan
karena pembangunan besar-besaran maka persediaan airtanah semakin sedikit,
sementara air hujan yang masuk kedalam tanah lebih lambat dari air yang
digunakan/dipompa.
Pembangunan yang dilakukan oleh
masyarakat ini terhadap lahan yang semestinya menjadi kawasan bebas
pembangunan, kawasan hijau, kawasan lindung dan sebagainya berubah menjadi
tempat pemukiman penduduk ataupun kawasan industri dimana dampaknya akan
berakibat kembali kepada manusia yang mengakibatkan masalah-masalah baru yang
dihadapi.
D.
Adanya Deviasi dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pada
Kota Makassar
Pemanfaatan tanah untuk kawasan permukiman terjadi deviasi atau simpangan
di atas 40% dari kondisi Das Sein dan Das Sollen hal ini disebabkan oleh karena
meskipun pemanfaatan kawasan permukiman tetap mengacu dan merujuk pada RTRW
Kota Makassar akan tetapi dalam pelaksanaan pengaturan kawasan atau zonasi
masih memerlukan Rencana Rinci Tata Ruang yang mengatur secara detail atau
terperinci setiap zona atau kawasan.
RTRW Kota Makassar adalah merupakan master plan atau rencana induk yang
pada dasarnya hanya mengatur secara makro atau secara umum tentang
pembagian 13 kawasan atau zonasi. Akan tetapi belum ada penentuan secara
spesifik atau detail dalam suatu wilayah Kecamatan yang merupakan kawasan
permukiman dan wilayah mana yang termasuk fungsi penunjang mengingat
suatu Kecamatan sangat luas wilayahnya. Tidak detailnya RTRW ini menyebabkan
pihak DTRB yang menjadikan RTRW Kota Makassar dalam hal ini pembagian 13
kawasan sebagai pedoman dalam memberikan rekomendasi IMB dan Izin Prinsip
terkesan hanya memperkirakan atau meraba dan tidak berdasarkan suatu pedoman
yang pasti dan terinci. Dengan demikian sangat penting untuk segera membuat
Rencana Detail Tata Ruang Kota Makassar dan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK)
atau yang biasa disebut Zoning Regulation yang merinci dan mengatur secara
jelas dan tegas tentang pembagian fungsi-fungsi dalam kawasan baik sebagai
fungsi utama maupun fungsi penunjang.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya deviasi atau simpangan adalah
munculnya fenomena lebih dominannya fungsi penunjang yaitu fungsi perdagangan
daripada fungsi utama di setiap kawasan. Lebih dominannya fungsi penunjang
yaitu fungsi perdagangan daripada fungsi utama di setiap kawasan oleh karena
aparat Pemerintah Kota Makassar tidak mengkaji secara teknis dan sosial tingkat
kebutuhan masyarakat terhadap sarana perdagangan di setiap kawasan.
Kajian teknis dan sosial pada tiap
kawasan ini penting oleh karena di dalamnya terdapat analisis-analisis tentang
tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah yang dikaitkan dengan tingkat
kebutuhan masyarakat terhadap fungsi-fungsi perdagangan sehingga dengan
adanya kajian teknis dan sosial ini menjadi pedoman bagi pihak DTRB dalam
memberikan rekomendasi penerbitan IMB.
Bahwa pada suatu ruas jalan tidak boleh lagi ada pembangunan ruko
oleh karena telah melebihi dari kapasitas yang ada di setiap ruas jalan,
sebagai contoh dapat dilihat pada sebuah perumahan dimana seorang developer
membangun rumah sebanyak 50 unit, kemudian membangun ruko sebanyak 22 unit di
depannya, hal inilah yang memerlukan kajian teknis dan sosial oleh karena
dirasakan tidak seimbang antara tingkat kebutuhan masyarakat yang akan menghuni
50 unit rumah dalam sebuah perumahan dengan ruko yang berjumlah 22 unit.
Oleh karena itu dibutuhkan analisis terhadap fungsi perdagangan dan jasa agar
seimbang dengan kebutuhan masyarakat, dan agar Dinas Tata Ruang dan Bangunan
tidak memberikan rekomendasi Izin Mendirikan Bangunan tanpa memperhitungkan kajian-kajian teknis dan
sosial tersebut.
E.
Faktor yang Menyebabkan Penataan Ruang Kota Makassar
Tidak Berjalan Sesuai dengan Perda Nomor 6 Tahun 2006
Perizinan yang terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang adalah Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Lokasi (Izin Prinsip). Sjachran Basah dalam
(HR,2010) menyatakan bahwa Izin adalah perbuatan hukum administrasi
negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Asep Warlan Yusuf menyatakan izin adalah suatu
instrument pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai
sarana hukum administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat (Ridwan
dkk,2008). Bagir Manan mengemukakan bahwa izin dalam arti luas adalah suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum
dilarang (HR,2010).Ateng syafrudin (Ridwan dkk,2008) menyatakan bahwa
izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi
boleh.
Dinas Tata Ruang dan Bangunan sebagai salah satu unsur dari Pemerintah Kota
yang diserahi tugas pokok untuk membantu Walikota Makassar dalam merumuskan,
membina dan mengendalikan kebijaksanaan di bidang perencanaan tata ruang,
pengendalian kawasan, penataan dan penertiban bangunan, seharusnya tidak
dibebani target untuk meralisasikan sumber Pendapatan Asli Daerah, oleh karena
jika Dinas Tata Ruang dan Bangunan dibebani target PAD maka tugas Dinas Tata
Ruang dan Bangunan sebagai pelaksana, pengawas dan pengendali pemanfaatan
tata ruang dalam melaksanakan tugasnya yaitu memberikan rekomendasi terhadap
permohonan IMB hanya untuk mengejar target PAD dan tidak berdasarkan RTRW
Kota Makassar yang telah ditetapkan atau dengan kata lain DTRB akan
mempergunakan IMB sebagai alat untuk mencapai target.
Dengan demikian tugas DTRB tidak akan terlaksana dengan baik oleh karena
dengan adanya target yang dibebankan kepada DTRB ini, maka semua permohonan IMB
yang masuk akan diberikan rekomendasi, atau dengan kata lain DTRB semata-mata
hanya mengejar target PAD yang pada gilirannya akan mengakibatkan kesemrawutan
terhadap penataan ruang kota dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar
yang telah disusun sehingga pencapaian RTRW Kota Makassar tidak akan optimal.
Berdasarkan teori
koordinasi yang dikemukakan oleh George R. Terry menyatakan bahwa pada dasarnya
koordinasi dalam rangka pelaksanaan suatu rencana, pada dasarnya
merupakan salah satu aspek dari pengendalian yang sangat penting. Koordinasi
disini adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan yang menghubungkan dan
bertujuan untuk menyelaraskan tiap langkah dan kegiatan dalam organisasi agar
tercapai gerak yang tepat dalam mencapai sasaran dan tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan (Bratakusumah,2009).
F.
Penentu Tataguna Lahan
Menurut Catanesse et al (1988), tidak pernah ada
rencana tataguna lahan yang dilaksanakan dengan satu gebrakan. Memerlukan waktu
yang panjang oleh pembuat keputusan dan dijabarkan dalam bagian-bagian kecil
dengan perencanaan yang baik. Rencana taat guna lahan merupakan ekspresi kehendak
lingkungan masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pola tata guna lahan
suatulingkungan pada masa yang akan datang. Dalam rencana itu ditentukan
daerah-daerahyang akan digunakan bagi berbagai jenis, kepadatan dan intensitas
kategori penggunaan, misalnya penggunaan untuk pemukiman, perdagangan, industri
dan berbagai kebutuhan umum.
Ditentukan pula azas dan standar yang harus
diterapkan pada pembangunan atau pelestarian di daerah itu. Dalam
mengantisipasi perkembangan fisik kota perlu dilakukan perencanaan yang matang
dengan memperhatikan aspek-aspek dari lingkungan, diantaranya dengan
mempertimbangkan daya dukung (Carrying capacity) yang aman bagi
kelangsungan kehidupan manusia. Perencanaan pemanfaatan lahan dalam suatu
daerah atau wilayah tanpa melewati batas daya dukung dari tanah, dengan
memperhatikan sistem ekologi alam, persediaan air sertakualitasnya, kualitas
udara,polusi suara, banjir, erosi, keadaan bentang alam, flora dan fauna, serta
integritas ruang terbuka. Dimana daya dukung lahan merupakan suatu kemampuan
alam untuk mendukung pertumbuhan penduduk dan pembangunan fisik suatu kota atau
wilayah tanpa kerusakan lingkungan yang berarti. Penataan ruang perkotaan yang
meliputi pusat kota dan daerah sekitarnya dilakukan dalam upaya pengendalian
perkotaan untuk menjamin keber-langsungannya di masa mendatang. Pendekatan yang
digunakan dilakukan sesuai dengan proses penataan ruang yang memperhatikan
unsur teknis dan ruang.
Dampak negatif dari bentuk pembangunan lahan yang
informal adalah perkembangan fisik kota yang tidak teratur dalam hal penetapan
dari wilayah (zonasi)-nya, semrawutnya pola pemukiman (settlement) yang
terbentuk dan mahalnya biaya pembangunan infrastruktur kota. (Nurmandi,1999)
Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan
sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi
acak-acakan. pemanfaatan lahan yang tidak tertib inilah yang menyebabkan
persoalan drainase perkotaan menjadi sangat komplek.
G. Peran Serta Masyarakat dalam Pemanfaatan
Lahan Kota Makassar
Kurangnya peran serta masyarakat untuk turut aktif
berpartisipasi dalam melaksanakan pemanfaatan tata ruang Kota Makassar
menjadi andil terjadinya deviasi dalam pembangunan Kota Makassar. Peran serta
Masyarakat dapat dilaksanakan dengan mengadakan pengawasan dan melaporkan
kepada aparat Pemerintah Kota Makassar dalam hal ini kepada BAPPEDA atau Dinas
Tata Ruang dan Bangunan atau ke BKPRD dalam hal terjadi pelanggaran terhadap
RTRW Kota Makassar.
Peran serta masyarakat untuk turut mengawasi
pelaksanaan pembangunan proyek-proyek baik proyek pemerintah maupun
proyek swasta pada saat ini sangat penting oleh karena pelaksanaan pembangunan
proyek khususnya proyek swasta cenderung tidak mempertimbangkan
kelestarian alam, contohnya adalah reklamasi pantai besar-besaran yang diadakan
oleh pihak swasta pada saat ini sudah sangat mengkhawatirkan banyak pihak
khususnya di kawasan pelabuhan terpadu yang berakibat pada pendangkalan
laut sehingga dapat menyebabkan kesulitan kapal-kapal penumpang yang merapat ke
pelabuhan yang pada akhirnya dapat berakibat pada keselamatan penumpang kapal.
Demikian pula terhadap kelestarian alam Kota Makassar. Disinilah peran
serta masyarakat sangat diperlukan demikian pula peran LSM/WALHI dalam
mengkritisi kebijakan Pemerintah Kota dalam pengaturan tata ruang Kota
Makassar.
Pelanggaran terhadap pemanfaatan kawasan permukiman dapat dijatuhi sanksi
administratif yang secara langsung diberikan kepada pelanggar tanpa melalui
proses peradilan. Menurut pendapat penulis bahwa sanksi administratif yang
diberikan kepada masyarakat yang melakukan pelanggaran telah sesuai dengan tata
cara dan prosedur pengenaan sanksi berdasarkan Pasal 63 UUPR. Dimana DTRB dalam
menjatuhkan sanksi melalui beberapa tahap dan bersifat pembinaan serta
berdasarkan prosedur yang ditetapkan dengan terlebih dahulu mengirimkan surat
teguran pertama, surat teguran kedua dan surat teguran ketiga. Apabila pihak
pelanggar tidak memperhatikan surat teguran tersebut maka pihak DTRB akan turun
melakukan pembongkaran terhadap bangunan yang melanggar.
Sanksi pidana dapat
pula dijatuhkan kepada Pejabat Pemerintah (Pasal 73 UUPR) yang berwenang
menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pejabat
Pemerintahan yang berwenang memberikan izin pemanfaatan ruang adalah Walikota
Makassar yang bertanda tangan pada Izin Mendirikan Bangunan dan Izin Lokasi
(Izin Prinsip). Dengan demikiaan Walikota Makassar yang dimaksud dalam UUPR dan
Perda Nomor 6 Tahun 2006 sebagai pejabat yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang. Apabila izin yang diterbitkan oleh pejabat pemerintah di
atas tidak sesuai dengan rencana tata ruang maka dapat dijatuhkan sanksi pidana
terhadapnya setelah terlebih dahulu diadakan penuntutan pidana terhadap pejabat
tersebut.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
1.
Dalam perspektif ekonomi, tujuan utama
dari pemanfaatan lahan adalah untuk mendapatkan nilai tambah tertinggi dari
kegiatan yang diselenggarakan di atas lahan. Namun harus disadari bahwa
kegiatan tersebut memiliki keterkaitan baik dengan kegiatan lainnya maupun
dengan lingkungan hidup dan aspek sosial budaya masyarakat. Dapat dipahami
apabila penyelenggaraan sebuah kegiatan dapat menimbulkan berbagai dampak yang
perlu diantisipasi dengan pengaturan pemanfaatan lahan.
2.
Tidak dapat dipungkiri saat ini masih
dijumpai pemanfaatan lahan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang masih di hadapi seperti
semakin berkurangnya sumber air baku, baik air permukaan maupun air bawah tanah
terutama di kawasan perkotaan besar dan metropolitan. Di samping itu, tumbuhnya
kawasan-kawasan kumuh di kawasan perkotaan mencerminkan pengembangan kawasan
perkotaan yang melampaui daya dukung lingkungan untuk memberikan kehidupan yang
sejahtera kepada masyarakat.
3.
Pembangunan yang dilakukan oleh
masyarakat ini terhadap lahan yang semestinya menjadi kawasan bebas
pembangunan, kawasan hijau, kawasan lindung dan sebagainya berubah menjadi
tempat pemukiman penduduk ataupun kawasan industri dimana dampaknya akan
berakibat kembali kepada manusia yang mengakibatkan masalah-masalah baru yang
dihadapi.
4.
Dalam perspektif penataan ruang,
pemanfaatan lahan perlu diatur agar secara keseluruhan memberikan manfaat
terbaik bagi masyarakat sekaligus menekan eksternalitas yang mungkin timbul.
Dalam perspektif ini, pengaturan pemanfaatan lahan dimaksudkan untuk membentuk
struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang efisien, untuk menekan biaya
yang dikeluarkan oleh masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan memperoleh
pelayanan yang dibutuhkan.
5.
Dinas Tata Ruang
dan Bangunan sebagai salah satu unsur dari Pemerintah Kota yang diserahi tugas
pokok untuk membantu Walikota Makassar dalam merumuskan, membina dan
mengendalikan kebijaksanaan di bidang perencanaan tata ruang, pengendalian
kawasan, penataan dan penertiban bangunan, seharusnya tidak dibebani
target untuk meralisasikan sumber Pendapatan Asli Daerah, oleh karena jika
Dinas Tata Ruang dan Bangunan dibebani target PAD maka tugas Dinas Tata Ruang
dan Bangunan sebagai pelaksana, pengawas dan pengendali pemanfaatan tata
ruang dalam melaksanakan tugasnya yaitu memberikan rekomendasi terhadap
permohonan IMB hanya untuk mengejar target PAD dan tidak berdasarkan RTRW
Kota Makassar yang telah ditetapkan atau dengan kata lain DTRB akan mempergunakan
IMB sebagai alat untuk mencapai target.
6.
Memerlukan waktu yang panjang oleh
pembuat keputusan dan dijabarkan dalam bagian-bagian kecil dengan perencanaan
yang baik. Rencana taat guna lahan merupakan ekspresi kehendak lingkungan
masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pola tata guna lahan suatulingkungan
pada masa yang akan datang. Dalam rencana itu ditentukan daerah-daerahyang akan
digunakan bagi berbagai jenis, kepadatan dan intensitas kategori penggunaan,
misalnya penggunaan untuk pemukiman, perdagangan, industri dan berbagai
kebutuhan umum.
7.
Peran serta masyarakat untuk turut
mengawasi pelaksanaan pembangunan proyek-proyek baik proyek pemerintah
maupun proyek swasta pada saat ini sangat penting oleh karena pelaksanaan
pembangunan proyek khususnya proyek swasta cenderung tidak
mempertimbangkan kelestarian alam.
B. Saran
Dari
kesimpulan diatas, adapun saran bagi pemerintah agar lebih memberi perhatian
lebih terhadap daya dukung lingkungan, lebih memperhatikan penataan dalam
pembangunan agar tidak memberikan dampak negatif yang dapat merugikan
masyarakat dan dapat menekankan dengan tegas sanksi-sanksi terhadap pihak yang
melakukan pembangunan bebsas tanpa IMB maupun pejabat pemerintah yang berwenang
menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.seta tetap
mempertahankan lahan yang seharusnya tidak menjadi tempat suatu pembangunan
seperti lahan terbuka hijau, kawasan lindung, hutan, dan sebagainya.
Untuk
menjamin efektifitas suatu aturan perlu diefektifkan sanksi pidana dengan
demikian keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sangat diperlukan
sebagai sebuah lembaga yang menilai suatu izin pemanfaatan ruang yang
dikeluarkan oleh pejabat pemerintahan.
Daftar
Pustaka
·
Sugandhy, Aca. 1999. Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
·
Adisasmita,
Rahardjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan
Tata Ruang. Yogyakarta: Graha Ilmu.
·
Wikipedia. 2014.
Kota. From http://id.wikipedia.org/wiki/Kota,
26 Oktober 2014.
·
Harry. 2013. Pemanfaatan Tanah Untuk Kawasan Permukiman Menurut Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Makassar. From http://www.academia.edu/7272852/PEMANFAATAN_TANAH_UNTUK_KAWASAN_PERMUKIMAN_MENURUT_RENCANA_TATA_RUANG_WILAYAH_KOTA_MAKASSAR_THE_USE_OF_LAND_FOR_SETTLEMENT_AREA_ACCORDING_TO_SITE_LAYOUT_PLAN_OF_MAKASSAR_CITY_Alamat_Korespondensi,
1November 2014.
·
Amadhy. 2012. Masalah Pembangunan. From http://amadhy.blogspot.com/2012/11/makalah-masalah-pembangunan.html,
3 November 2014.
·
Renny. 2011. Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan. From http://rennydund.wordpress.com/2011/01/03/pengendalian-dan-pengawasan-pembangunan/,
3 November 2014.
Komentar
Posting Komentar