Pencemaran Pestisida Terhadap DAS



MAKALAH


PENCEMARAN PESTISIDA TERHADAP DAS



BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
Pada akhir-akhir ini, penggunaan pestisida dalam usaha tanaman hortikultura dan persawahan di beberapa sentra produksi di Indonesia cenderung berlebihan (Anonimous, 1985). Disamping penggunaannya, petani mempunyai kebiasaan mencuci alat semprot dan membuang kaleng bekas kemasan pestisida di lahan pertanian dan sungai (Proyek Kali Konto, 1989).
Pestisida golongan organofosfat bersifat tidak persisten dan mudah larut dalam air, dan sedikit residu dalam tanaman dan tanah yang disemprot. Pestisida golongan ini tidak diikat koloid tanah sehingga dengan mudah bergerak bersama air limpasan permukaan dan perkolasi mengalir ke sungai dan waduk (Shaw, 1990). Keadaan tersebut, secara potensial akan dapat mencemari sungai. Pestisida ini menghasilkan Konsentrasi Atrazin dan Metribuzin minimum yang aman bagi kesehatan adalah 3 mg /liter (United State Environmental Protection Agency USEPA, 1989).
Air hujan yang jatuh di lahan pertanian segera memasuki profil tanah melalui proses infiltrasi, kemudian mengalir di dalam tanah sebagai air perkolasi dan sebagian dari air hujan mengalir di per-mukaan tanah sebagai air limpasan permukaan (Shaw, 1990). Air perkolasi bersama bahan padatan terlarut, tersuspensi dari partikel tanah dan residu pestisida organofosfat mengalir menuju “ground water”, atau sumur. Air limpasan permukaan dapat mengikis lapisan tanah bagian permukaan dan mengangkut partikel tanah bersama residu pestisida mengalir menuju ke sungai (Morgan, 1982; Schnoor, 1992; Morrison, et al. 1996; Spalding, 1997).
Informasi gangguan kesehatan yang terkait dengan keracunan pestisida kronik pada penduduk yang menggunakan sumber air yang diduga tercemar pestisida organofosfat di wilayah tersebut belum banyak diteliti. Paparan residu pestisida pada tubuh manusia dapat melalui kulit, makanan dan air minum (Frank, 1995). Kadar residu pestisida organofosfat relatif rendah dalam air sungai, apabila pa-parannya terus menerus dalam waktu lama melalui kegiatan mandi, mencuci, air minum diduga dapat menimbulkan gang-guan kesehatan secara kronis.

Perilaku penduduk dalam menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari sangat penting dalam hubungannya dengan keracunan kronis. Perilaku sehat penduduk sangat dipengaruhi oleh ke-biasaan, pengetahuan dan tingkat pendidikan (Sarwono, 1993; Muzaham, 1995). Salah satu kemungkinan gangguan kesehatan berupa keracunan yang terkait dengan pestisida organofosfat adalah hambatan aktivitas enzim asetil-kolinesterase (WHO, 1990; Lotti, 1995). Hambatan aktivitas enzim ini, menyebabkan proses hidrolisis asetilkolin terhambat. Asetilkolin yang terakumulasi dalam celah sinap saraf, dapat menimbulkan kejang-kejang, kelumpuhan serta kematian (Casarett dan Doull's, 1993).
Air bersih hingga saat ini masih menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat perkotaan dan perdesaan di Indonesia (Roedjito, 1995). Di wilayah perkotaan, air sungai menjadi air baku dalam industri air minum. Air bersih yang layak bagi kesehatan dapat diproses melalui sistem pengelolaan yang baik oleh perusahaan air minum. Masyarakat perdesaan di daerah aliran sungai (DAS) sebagian besar masih memanfaatkan air sumber, sumur, dan sungai untuk keperluan hidup sehari-hari. Kelompok penduduk yang memanfaatkan air sungai untuk keperluan mandi, mencuci, memasak, dan air minum secara terus menerus diduga dapat terganggu kesehatannya

1.2            Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ialah,
1.      Untuk mengetahui tentang pestisida, kandungannya serta Daerah Aliran Sungai (DAS)
2.      Untuk menjelaskan dampak dari pemakaian pestisida di areal persawahan dan perkebunan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS).



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1            Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama.Pestisida mempunyai arti yang sangat luas, yang mencakup sejumlah istilah lain yang lebih tepat, karena pestisida lebih banyak berkenaan dengan hama yang digolongkan kedalam senyawa racun yang mempunyai nilai ekonomis dan diidentifikasikan sebagai senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mengendalikan, mencegah, menangkis, mengurangi jasad renik pengganggu.
Pestisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk memberantas hama sehingga dapat meningkatkan hasil tanam petani. Penggunaan pestisida oleh petani semakin hari kian meningkat, namun tidak diimbangi dengan peningkatan pemahaman petani dalam menggunakan pestisida.  Berdasarkan literatur dari Pedoman Penggunaan Pestisida dari tahun ke tahun penggunaan pestisida di Indonesia kian meningkat.
Ggrafik 1. Perkembangan Jumlah pestisida Yang Terdaftar di Indonesia tahun 2008-2010.
a.      Pengertian Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititikberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali.
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian seperti persawahan dan perkebunan. Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat diperlukan. Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman, ternak maupun ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu. Bahkan oleh sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah sebagai “dewa penyelamat” yang sangat vital. Sebab dengan bantuan pestisida, petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu tanaman yang terdiri dari kelompok hama, penyakit maupun gulma. Keyakinan tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat dengan pesat.

b.      Pestisida berdasarkan Pengaruh fisiologis
1.      Senyawa Organoklorin
Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu susunan syaraf dan larut dalam lemak. Contoh insektisida ini pada tahun 1874 ditemukan DDT (Dikloro Difenil Tri Kloroetana) oleh Zeidler seorang sarjana kimia dari Jerman. Berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan. Pada tahun 1973 diketahui bahwa DDT ini ternyata sangat membahayakan bagi kehidupan maupun lingkungan, karena meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan. DDT sangat
stabil baik di air, di tanah, dalam jaringan tanaman dan hewan.Tanda-tanda keracunan organoklorin: keracunan pada dosis rendah, si penderita merasa pusing-pusing, mual, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan.

2.      Senyawa Organofosfat
Insektisida organofosfat adalah ester asam fosfat atau asam tiofosfat yang sifatnya menghambat asetilkolinesterase (AchE) sehingga terjadi akumulasi acetilkolin (Ach) yang berkorelasi dengan tingkat penghambat cholinesterase dalam darah.
Organofosfat masuk kedalam tubuh melalui kulit, mulut dan saluran pernafasan. Organofosfat terikat dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerja syaraf, yaitu cholinesterase. Apabila cholinesterase terikat, maka enzim ini tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga senantiasa otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan. Gejala ini muncul dengan cepat yakni dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam. Golongan ini sangat toksik untuk hewan bertulang belakang.

Gejala-gejala yang timbul antara lain: mula-mula sakit kepala, gangguan penglihatan, muntah-muntah dan merasa lemah, segera diikuti sesak nafas, banyak kelenjar cairan hidung, banyak keringat dan air mata, lemah dan akhirnya kelumpuhan otot-otot rangka, bingung, sukar bicara, kejang-kejang dan koma. Kematian disebabkan kelumpuhan otot-otot pernafasan. Kematian dapat terjadi dalam waktu lima menit sampai beberapa hari karena itu pengobatan harus secepat mungkin dilakukan. Perawatannya adalah diberikan antrophine sulfat intravena sebagai antidote dan pralidoxim.
Contoh pestisida lainnya yaitu :
           
No.
Jenis
Efek
1.
Antifouling
Membunuh organisme yang menempel di badan kapal penangkap ikan
2.
Defoliant
Merontokkan daun
3.
Dessicant
Mengeringkan jaringan tumbuhan
4.
Disinfektan
Membunuh atau menon-aktifkan mikroorganisme penyebab penyakit
5.
Ovisida
Membunuh telur serangga
.
Repellent
Menolak atau mencegah kehadiran serangga

Tabel 1. Contoh Pestisida

2.2            Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.
New Picture.png
Gambar 1. Siklus Hidrologi Pada Suatu DAS

2.3              Peranan Pestisida Dalam Persawahan dan Perkebunan

Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk pengendalian jasad pengganggu tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan pestisida yang tidak bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada umumnya. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam konsep Pengendalian Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian.
Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai. Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanian selalu berdampingan dengan masalah pencemaran lingkungan sejak bahanbahan kimia tersebut dipergunakan di lingkungan. Sebagian besar bahanbahankimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke tanah dan didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer dimana akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah.



BAB III
STUDI KASUS

Untuk studi kasus pada makalah ini, contoh kasus yang diambil adalah pencemaran DAS akibat penggunaan pestisida. Contoh kasus yang diambil memfokuskan pada DAS Bengawan Solo. Air Bengawan Solo mengandung logam berat paling tinggi terjadi di daerah Sragen. Sragen merupakan wilayah yang mengalami pencemaran paling parah jika di bandingkan beberapa daerah di sekitar sungai Bengawan Solo.
jj.jpg
Gambar 2. Kondisi DAS Bengawan Solo
Selain industri yang berkembang pesat di Karanganyar, Sukoharjo, dan Solo, sungai tersebut juga tercemar pestisida yang terakumulasi.  Penyebab pencemaran di Bengawan Solo bukan hanya limbah  industri dan rumah tangga, melainkan juga pestisida dari lahan pertanian yang terkikis air. Sebagai daerah hilir, konsentrasi pencemar di Sragen paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain.
Adapun tanaman yang paling banyak menggunakan pestisida yakni sayuran. Karena itu, kemungkinan besar kandungan pestisida tertinggi berasal dari Tawangmangu. Nilai ekonomis sayuran  tinggi dan sangat rentan penyakit, sehingga petani menggunakan pestisida berdosis tinggi. Pestisida itulah yang ikut terkikis bersama tanah dan mengalir di Bengawan Solo.
Kegiatan pertanian cukup berpotensi sebagai pencemar, penggunaan pestisida dan pupuk kimia menyebabkan eutrofikasi lingkungan perairan. Luas lahan pertanian di wilayah DAS Bengawan Solo adalah 605.174 ha. Sebagian besar berlokasi di Karanganyar, Sukoharjo dan Sragen. SubDAS yang berpotensi terjadi pencemaran limbah pertanian adalah SubDAS Grompol, Mungkung, Kenatan, Keduang dan Jlantah. Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan akan mencemari lingkungan, pencamar utamanya adalah As, Hg, Sulfida dan Amonia. Pestisida kimia sumber pencemar utamanya adalah As, Pb, Hg, Cu, Zn dan pH logam berat tersebut masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3)
No.
Nama Sub DAS
Lokasi
Luas
(hektar)
Beban Pencemaran (kg/hr)




BOD
COD
1.
Keduang
Wonogiri
10.756
752,92
1.129,38
2.
Wiroko
Wonogiri
4.079
285,53
428,30
3.
Solo Hulu
Wonogiri
1.613
112,91
169,37
4.
Temon
Wonogiri
2.703
189,21
283,82
5.
Kalikatir
Wonogiri
4.209
294,63
441,95
6.
Jlantah
Sukoharjo
7.613
532,91
799,37
7.
Samin
Sukoharjo
4.810
336,70
505,05
8.
Dengkeng
Sukoharjo
1.117
78,19
117,29
9.
Pepe (hulu)
Sukoharjo
1.522
106,54
159,82
10.
Brambang
Sukoharjo
2.551
178,57
267,86
11.
Langkap
Sukoharjo
1.632
114,24
171,36
12.
Siluwur
Sukoharjo
1.866
130,62
195,93
13.
Pepe (hilir)
Surakarta
49
3,43
5,15
14.
Samin
Karanganyar
6.155
430,85
646,28
15.
Grompol (hulu)
Karanganyar
11.261
788,27
1.182,41
16.
Mungkung (hulu)
Karanganyar
7.167
480,41
720,62
17.
Walikan
Karanganyar
3.817
267,19
400,79
18.
Grompol (hilir)
Sragen
5.855
409,85
614,78
19.
Mungkung (hilir)
Sragen
515.206
10.583,76
21.168
20.
Kenatan
Sragen
4.709
329,63
494,45
21.
Padas
Sragen
6.484
453,88
680,82

Jumlah

605.174
16.860,24
30,582.8





Tabel 2. Sub DAS daerah DAS Begawan Solo dan Beban Pencemarannya.



BAB IV
PEMBAHASAN

Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah.
Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten.
Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organik berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobik adalah :

CnHaObNc         +          O2                       CO2  +  H2O  +  NH3  
 Bahan Organik           oksigen                   Bakteri Aerob
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relativ mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
  HaHbOc  +  Cr2O7 2-  +  H +         CO2  +  H2O  +  Cr 3+    
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L

Tingkat  pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida dan bahayanya juga masih kurang. Dari beberapa penelitian sebelumnya bahwa, 61,1% menyatakan penggunaan pestisida boleh dicampur tanpa memperhatikan komposisi serta jenis; 40,7% Tidak perlu membaca label pada kemasan; 64,8% Petani mencampur pestisida berdasarkan petunjuk teman (sesama Petani).79,6% Petani melakuan pencampuran di dekat sumber air. Penyemprotan pestisida sesuai dengan kebiasaan tanpa melihat arah angin 85,2%. Setelah melakukan penyemprotan 83,3% Petani tidak membersihan alat semprot dengan alasan masih digunakan untuk menyemprot (Grafik 2).
Grafik 2. Tingkat Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pestisida.

Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dampaknya tidak segera dapat dilihat. Sehingga sering kali diabaikan dan terkadang dianggap sebagai akibat sampingan yang tak dapat dihindari. Akibat pencemaran lingkungan terhadap organisma biosfer, dapat mengakibatkan kematian dan menciptakan hilangnya spesies tertentu yang bukan jasad sasaran. Sedangkan kehilangan satu spesies dari muka bumi dapat menimbulkan akibat negatif jangka panjang yang tidak dapat diperbaharui.
Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida bersifat racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun itulah pestisida dibuat, dijual dan digunakan untuk meracuni OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif.



BAB V
                PENUTUP

5.1     Kesimpulan
·          Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama.
·         Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia.
·         Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.
·         Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin.
·         Contoh kasus yang diambil memfokuskan pada DAS Bengawan Solo Penyebab pencemaran di Bengawan Solo bukan hanya limbah  industri dan rumah tangga, melainkan juga pestisida dari lahan pertanian yang terkikis air.
·         Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut.

5.2     Saran
Sebaiknya para petani lebih memperhatikan prosedur pencampuran dan pemakaian pestisida dan melakukannya seperti pada prosedur yang tertera agar mengurangi dampak fisik yang merugikan masyarakat itu sendiri dan tidak merusak lingkungan khususnya biota yang berada di perairan.



DAFTAR PUSTAKA

·         Situmorang, Manihar. 2012. Kimia Lingkungan. Medan: FMIPA UNIMED.
·         Yuantari, Catur. 2013. Tingkat Pengetahuan Petani Dalam Menggunakan Pestisida.
·         Wikipedia. 2014. Pestisida. From http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida, 23 November 2014.
·         Suratni. 2011. Dampak Pemakaian Pestisida Terhadap DAS. From http://suratnipunyacerita.blogspot.com/2011/06/dampak-pemakaian-pestisida-terhadap-das.html, 23 Novembe 2014.
·         Ditatry. 2013. Makalah Pencemaran Air di Bengawan Solo. From http://ditatryoktaviyanti.blogspot.com/2013/05/makalah-pencemaran-air-di-bengawan-solo.html, 27 November 2014.
·         Ariwibowo. 2013. Tercemarnya Sungai di Daerah Sragen. From http://ariwibowosaputra-industri21.blogspot.com/2013/06/tercemarnya-sungai-di-daerah-sragen.html, 29 November 2014.
 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

uji amilum, glukosa, protein dan lemak pada bahan makanan

Contoh Ringkasan Artkel/Jurnal Ilmiah

Kawasan Agropolitan dan Minapolitan