Pencemaran Pestisida Terhadap DAS
MAKALAH
PENCEMARAN
PESTISIDA TERHADAP DAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pada akhir-akhir
ini, penggunaan pestisida dalam usaha tanaman hortikultura dan persawahan di
beberapa sentra produksi di Indonesia cenderung berlebihan (Anonimous, 1985).
Disamping penggunaannya, petani mempunyai kebiasaan mencuci alat semprot dan
membuang kaleng bekas kemasan pestisida di lahan pertanian dan sungai (Proyek
Kali Konto, 1989).
Pestisida
golongan organofosfat bersifat tidak persisten dan mudah larut dalam air, dan
sedikit residu dalam tanaman dan tanah yang disemprot. Pestisida golongan ini
tidak diikat koloid tanah sehingga dengan mudah bergerak bersama air limpasan
permukaan dan perkolasi mengalir ke sungai dan waduk (Shaw, 1990). Keadaan
tersebut, secara potensial akan dapat mencemari sungai. Pestisida ini
menghasilkan Konsentrasi Atrazin dan Metribuzin minimum yang aman bagi
kesehatan adalah 3 mg /liter (United State Environmental Protection
Agency USEPA, 1989).
Air hujan yang
jatuh di lahan pertanian segera memasuki profil tanah melalui proses
infiltrasi, kemudian mengalir di dalam tanah sebagai air perkolasi dan sebagian
dari air hujan mengalir di per-mukaan tanah sebagai air limpasan permukaan
(Shaw, 1990). Air perkolasi bersama bahan padatan terlarut, tersuspensi dari
partikel tanah dan residu pestisida organofosfat mengalir menuju “ground
water”, atau sumur. Air limpasan permukaan dapat mengikis lapisan tanah
bagian permukaan dan mengangkut partikel tanah bersama residu pestisida
mengalir menuju ke sungai (Morgan, 1982; Schnoor, 1992; Morrison, et al.
1996; Spalding, 1997).
Informasi gangguan kesehatan yang terkait dengan
keracunan pestisida kronik pada penduduk yang menggunakan sumber air yang
diduga tercemar pestisida organofosfat di wilayah tersebut belum banyak
diteliti. Paparan residu pestisida pada tubuh manusia dapat melalui kulit,
makanan dan air minum (Frank, 1995). Kadar residu pestisida organofosfat
relatif rendah dalam air sungai, apabila pa-parannya terus menerus dalam waktu
lama melalui kegiatan mandi, mencuci, air minum diduga dapat menimbulkan
gang-guan kesehatan secara kronis.
Perilaku
penduduk dalam menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari sangat
penting dalam hubungannya dengan keracunan kronis. Perilaku sehat penduduk
sangat dipengaruhi oleh ke-biasaan, pengetahuan dan tingkat pendidikan
(Sarwono, 1993; Muzaham, 1995). Salah satu kemungkinan gangguan kesehatan
berupa keracunan yang terkait dengan pestisida organofosfat adalah hambatan
aktivitas enzim asetil-kolinesterase (WHO, 1990; Lotti, 1995). Hambatan
aktivitas enzim ini, menyebabkan proses hidrolisis asetilkolin terhambat.
Asetilkolin yang terakumulasi dalam celah sinap saraf, dapat menimbulkan
kejang-kejang, kelumpuhan serta kematian (Casarett dan Doull's, 1993).
Air bersih
hingga saat ini masih menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat perkotaan dan
perdesaan di Indonesia (Roedjito, 1995). Di wilayah perkotaan, air sungai
menjadi air baku dalam industri air minum. Air bersih yang layak bagi kesehatan
dapat diproses melalui sistem pengelolaan yang baik oleh perusahaan air minum.
Masyarakat perdesaan di daerah aliran sungai (DAS) sebagian besar masih
memanfaatkan air sumber, sumur, dan sungai untuk keperluan hidup sehari-hari.
Kelompok penduduk yang memanfaatkan air sungai untuk keperluan mandi, mencuci,
memasak, dan air minum secara terus menerus diduga dapat terganggu kesehatannya
1.2
Tujuan
Penulisan
Tujuan
pembuatan makalah ialah,
1.
Untuk mengetahui tentang pestisida,
kandungannya serta Daerah Aliran Sungai (DAS)
2.
Untuk menjelaskan dampak dari pemakaian
pestisida di areal persawahan dan perkebunan terhadap Daerah Aliran Sungai
(DAS).
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama
dan cida, yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia
digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama.Pestisida mempunyai
arti yang sangat luas, yang mencakup sejumlah istilah lain yang lebih tepat,
karena pestisida lebih banyak berkenaan dengan hama yang digolongkan kedalam
senyawa racun yang mempunyai nilai ekonomis dan diidentifikasikan sebagai
senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mengendalikan, mencegah, menangkis,
mengurangi jasad renik pengganggu.
Pestisida
merupakan bahan kimia yang digunakan untuk memberantas hama sehingga dapat
meningkatkan hasil tanam petani. Penggunaan pestisida oleh petani semakin hari
kian meningkat, namun tidak diimbangi dengan peningkatan pemahaman petani dalam
menggunakan pestisida. Berdasarkan
literatur dari Pedoman Penggunaan Pestisida dari tahun ke tahun penggunaan
pestisida di Indonesia kian meningkat.
Ggrafik
1. Perkembangan Jumlah pestisida Yang Terdaftar di Indonesia tahun 2008-2010.
a. Pengertian Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini
adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit
tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian
nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus,
burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang
mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman.
Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan
bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititikberatkan untuk
mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi
atau ambang kendali.
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan
untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam
sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam
bidang kesehatan dan bidang pertanian seperti persawahan dan perkebunan. Di
bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk
meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat
diperlukan. Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman,
ternak maupun ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad
pengganggu. Bahkan oleh sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida
adalah sebagai “dewa penyelamat” yang sangat vital. Sebab dengan bantuan
pestisida, petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad
pengganggu tanaman yang terdiri dari kelompok hama, penyakit maupun gulma.
Keyakinan tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari waktu ke waktu
meningkat dengan pesat.
b. Pestisida berdasarkan Pengaruh
fisiologis
1. Senyawa Organoklorin
Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan
tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu
susunan syaraf dan larut dalam lemak. Contoh insektisida ini pada tahun 1874
ditemukan DDT (Dikloro Difenil Tri Kloroetana) oleh Zeidler seorang sarjana
kimia dari Jerman. Berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang
tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan. Pada
tahun 1973 diketahui bahwa DDT ini ternyata sangat membahayakan bagi kehidupan
maupun lingkungan, karena meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat
terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan. DDT sangat
stabil baik di air, di tanah, dalam jaringan tanaman dan hewan.Tanda-tanda
keracunan organoklorin: keracunan pada dosis rendah, si penderita merasa
pusing-pusing, mual, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna.
Pada keracunan dosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi
hambatan pernafasan.
2. Senyawa Organofosfat
Insektisida organofosfat
adalah ester asam fosfat atau asam tiofosfat yang sifatnya menghambat
asetilkolinesterase (AchE) sehingga terjadi akumulasi acetilkolin (Ach) yang
berkorelasi dengan tingkat penghambat cholinesterase dalam darah.
Organofosfat masuk kedalam tubuh melalui kulit, mulut dan saluran
pernafasan. Organofosfat terikat dengan enzim dalam darah yang berfungsi
mengatur kerja syaraf, yaitu cholinesterase. Apabila cholinesterase terikat,
maka enzim ini tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama
meneruskan pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga senantiasa
otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan. Gejala ini muncul dengan cepat
yakni dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam. Golongan ini sangat
toksik untuk hewan bertulang belakang.
Gejala-gejala yang timbul antara lain: mula-mula sakit kepala, gangguan
penglihatan, muntah-muntah dan merasa lemah, segera diikuti sesak nafas, banyak
kelenjar cairan hidung, banyak keringat dan air mata, lemah dan akhirnya
kelumpuhan otot-otot rangka, bingung, sukar bicara, kejang-kejang dan koma.
Kematian disebabkan kelumpuhan otot-otot pernafasan. Kematian dapat terjadi
dalam waktu lima menit sampai beberapa hari karena itu pengobatan harus secepat
mungkin dilakukan. Perawatannya adalah diberikan antrophine sulfat intravena
sebagai antidote dan pralidoxim.
Contoh pestisida lainnya yaitu :
No.
|
Jenis
|
Efek
|
1.
|
Antifouling
|
Membunuh
organisme yang menempel di badan kapal penangkap ikan
|
2.
|
Defoliant
|
Merontokkan
daun
|
3.
|
Dessicant
|
Mengeringkan
jaringan tumbuhan
|
4.
|
Disinfektan
|
Membunuh atau
menon-aktifkan mikroorganisme penyebab penyakit
|
5.
|
Ovisida
|
Membunuh telur
serangga
|
.
|
Repellent
|
Menolak atau
mencegah kehadiran serangga
|
Tabel 1.
Contoh Pestisida
2.2
Daerah
Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan
sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi
(punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara
serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke
laut atau danau. Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung
sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi
dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.
Gambar
1. Siklus Hidrologi Pada Suatu DAS
2.3
Peranan
Pestisida Dalam Persawahan dan Perkebunan
Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan
jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam
bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya,
dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular)
penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang
perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain.
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk
pengendalian jasad pengganggu tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja
dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan pestisida yang tidak
bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia, sumber
daya hayati dan lingkungan pada umumnya. Dalam bidang pertanian pestisida
merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam konsep Pengendalian
Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian.
Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan
lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu
golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa
organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka
terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai. Penyemprotan dan
pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanian selalu berdampingan dengan
masalah pencemaran lingkungan sejak bahanbahan kimia tersebut dipergunakan di
lingkungan. Sebagian besar bahanbahankimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke
tanah dan didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di
atmosfer dimana akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan
jatuh ke tanah.
BAB
III
STUDI
KASUS
Untuk studi kasus pada makalah ini,
contoh kasus yang diambil adalah pencemaran DAS akibat penggunaan pestisida.
Contoh kasus yang diambil memfokuskan pada DAS Bengawan Solo. Air Bengawan Solo mengandung logam berat paling tinggi
terjadi di daerah Sragen. Sragen merupakan wilayah yang mengalami pencemaran
paling parah jika di bandingkan beberapa daerah di sekitar sungai Bengawan
Solo.
Gambar 2.
Kondisi DAS Bengawan Solo
Selain industri
yang berkembang pesat di Karanganyar, Sukoharjo, dan Solo, sungai tersebut juga
tercemar pestisida yang terakumulasi. Penyebab
pencemaran di Bengawan Solo bukan hanya limbah
industri dan rumah tangga, melainkan juga pestisida dari lahan pertanian
yang terkikis air. Sebagai daerah hilir, konsentrasi pencemar di Sragen paling
tinggi dibandingkan dengan daerah lain.
Adapun tanaman yang paling banyak
menggunakan pestisida yakni sayuran. Karena itu, kemungkinan besar kandungan
pestisida tertinggi berasal dari Tawangmangu. Nilai ekonomis sayuran tinggi dan sangat rentan penyakit, sehingga
petani menggunakan pestisida berdosis tinggi. Pestisida itulah yang ikut
terkikis bersama tanah dan mengalir di Bengawan Solo.
Kegiatan pertanian cukup berpotensi
sebagai pencemar, penggunaan pestisida dan pupuk kimia menyebabkan eutrofikasi
lingkungan perairan. Luas lahan pertanian di wilayah DAS Bengawan Solo adalah
605.174 ha. Sebagian besar berlokasi di Karanganyar, Sukoharjo dan Sragen.
SubDAS yang berpotensi terjadi pencemaran limbah pertanian adalah SubDAS
Grompol, Mungkung, Kenatan, Keduang dan Jlantah. Penggunaan pupuk kimia secara
berlebihan akan mencemari lingkungan, pencamar utamanya adalah As, Hg, Sulfida
dan Amonia. Pestisida kimia sumber pencemar utamanya adalah As, Pb, Hg, Cu, Zn
dan pH logam berat tersebut masuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun
(LB3)
No.
|
Nama Sub DAS
|
Lokasi
|
Luas
(hektar)
|
Beban
Pencemaran (kg/hr)
|
|
BOD
|
COD
|
||||
1.
|
Keduang
|
Wonogiri
|
10.756
|
752,92
|
1.129,38
|
2.
|
Wiroko
|
Wonogiri
|
4.079
|
285,53
|
428,30
|
3.
|
Solo Hulu
|
Wonogiri
|
1.613
|
112,91
|
169,37
|
4.
|
Temon
|
Wonogiri
|
2.703
|
189,21
|
283,82
|
5.
|
Kalikatir
|
Wonogiri
|
4.209
|
294,63
|
441,95
|
6.
|
Jlantah
|
Sukoharjo
|
7.613
|
532,91
|
799,37
|
7.
|
Samin
|
Sukoharjo
|
4.810
|
336,70
|
505,05
|
8.
|
Dengkeng
|
Sukoharjo
|
1.117
|
78,19
|
117,29
|
9.
|
Pepe (hulu)
|
Sukoharjo
|
1.522
|
106,54
|
159,82
|
10.
|
Brambang
|
Sukoharjo
|
2.551
|
178,57
|
267,86
|
11.
|
Langkap
|
Sukoharjo
|
1.632
|
114,24
|
171,36
|
12.
|
Siluwur
|
Sukoharjo
|
1.866
|
130,62
|
195,93
|
13.
|
Pepe (hilir)
|
Surakarta
|
49
|
3,43
|
5,15
|
14.
|
Samin
|
Karanganyar
|
6.155
|
430,85
|
646,28
|
15.
|
Grompol (hulu)
|
Karanganyar
|
11.261
|
788,27
|
1.182,41
|
16.
|
Mungkung (hulu)
|
Karanganyar
|
7.167
|
480,41
|
720,62
|
17.
|
Walikan
|
Karanganyar
|
3.817
|
267,19
|
400,79
|
18.
|
Grompol (hilir)
|
Sragen
|
5.855
|
409,85
|
614,78
|
19.
|
Mungkung (hilir)
|
Sragen
|
515.206
|
10.583,76
|
21.168
|
20.
|
Kenatan
|
Sragen
|
4.709
|
329,63
|
494,45
|
21.
|
Padas
|
Sragen
|
6.484
|
453,88
|
680,82
|
Jumlah
|
605.174
|
16.860,24
|
30,582.8
|
Tabel
2. Sub DAS daerah DAS Begawan Solo dan Beban Pencemarannya.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Pestisida sebagai bahan beracun,
termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui
aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida
sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis
pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil
monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida
hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara
tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma bukan
sasaran. Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di
lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah.
Pencemaran pestisida yang diaplikasikan
di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus
ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran,
sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten.
Indikator yang umum diketahui pada
pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen, DO),
kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal
Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan
organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya,
proses oksidasi bahan organik berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan
McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses penguraian bahan buangan organik melalui
proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobik adalah :
CnHaObNc +
O2 →
CO2 + H2O + NH3
Bahan Organik oksigen Bakteri
Aerob
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan
tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relativ mengandung
mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah
tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun,
seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan
agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia
baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi.
Bahan buangan organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing
agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion
chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O7
2- + H +
→ CO2 + H2O + Cr 3+
Seperti
pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan
perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya
kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L
dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L
Tingkat pengetahuan petani tentang penggunaan
pestisida dan bahayanya juga masih kurang. Dari beberapa penelitian sebelumnya
bahwa, 61,1% menyatakan penggunaan pestisida boleh dicampur tanpa memperhatikan
komposisi serta jenis; 40,7% Tidak perlu membaca label pada kemasan; 64,8%
Petani mencampur pestisida berdasarkan petunjuk teman (sesama Petani).79,6%
Petani melakuan pencampuran di dekat sumber air. Penyemprotan pestisida sesuai
dengan kebiasaan tanpa melihat arah angin 85,2%. Setelah melakukan penyemprotan
83,3% Petani tidak membersihan alat semprot dengan alasan masih digunakan untuk
menyemprot (Grafik 2).
Grafik 2.
Tingkat Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pestisida.
Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan
pestisida dampaknya tidak segera dapat dilihat. Sehingga sering kali diabaikan
dan terkadang dianggap sebagai akibat sampingan yang tak dapat dihindari.
Akibat pencemaran lingkungan terhadap organisma biosfer, dapat mengakibatkan
kematian dan menciptakan hilangnya spesies tertentu yang bukan jasad sasaran.
Sedangkan kehilangan satu spesies dari muka bumi dapat menimbulkan akibat
negatif jangka panjang yang tidak dapat diperbaharui.
Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan
kimia atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida
bersifat racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun itulah pestisida dibuat,
dijual dan digunakan untuk meracuni OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Setiap
racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan dalam
penggunaan pestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
·
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan
lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai
hama.
·
Pestisida secara
umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan
jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia.
·
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum
didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh
pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan,
sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar
pada sungai utama ke laut atau danau.
·
Pestisida yang paling banyak menyebabkan
kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik,
yaitu golongan organoklorin.
·
Contoh kasus yang diambil memfokuskan
pada DAS Bengawan Solo Penyebab
pencemaran di Bengawan Solo bukan hanya limbah
industri dan rumah tangga, melainkan juga pestisida dari lahan pertanian
yang terkikis air.
·
Pencemaran pestisida yang diaplikasikan
di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus
ke sungai dan akhirnya ke laut.
5.2 Saran
Sebaiknya para petani lebih
memperhatikan prosedur pencampuran dan pemakaian pestisida dan melakukannya
seperti pada prosedur yang tertera agar mengurangi dampak fisik yang merugikan
masyarakat itu sendiri dan tidak merusak lingkungan khususnya biota yang berada
di perairan.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Situmorang,
Manihar. 2012. Kimia Lingkungan.
Medan: FMIPA UNIMED.
·
Yuantari, Catur.
2013. Tingkat Pengetahuan Petani Dalam
Menggunakan Pestisida.
·
Wikipedia. 2014.
Pestisida. From http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida,
23 November 2014.
·
Suratni. 2011. Dampak Pemakaian Pestisida Terhadap DAS.
From http://suratnipunyacerita.blogspot.com/2011/06/dampak-pemakaian-pestisida-terhadap-das.html,
23 Novembe 2014.
·
Ditatry. 2013. Makalah Pencemaran Air di Bengawan Solo.
From http://ditatryoktaviyanti.blogspot.com/2013/05/makalah-pencemaran-air-di-bengawan-solo.html,
27 November 2014.
·
Ariwibowo. 2013.
Tercemarnya Sungai di Daerah Sragen.
From http://ariwibowosaputra-industri21.blogspot.com/2013/06/tercemarnya-sungai-di-daerah-sragen.html,
29 November 2014.
Komentar
Posting Komentar